Renungan di Malam Final Iktikaf: Malam Pelecut Motivasi ke Depan

Renungan di Malam Final Iktikaf: Malam Pelecut Motivasi ke Depan - Hallo sahabat Berita Terkini Indonesia, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul Renungan di Malam Final Iktikaf: Malam Pelecut Motivasi ke Depan, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel apa, Artikel bagaimana, Artikel di mana, Artikel IFTTT, Artikel kenapa, Artikel news.detik, Artikel siapa, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : Renungan di Malam Final Iktikaf: Malam Pelecut Motivasi ke Depan
link : Renungan di Malam Final Iktikaf: Malam Pelecut Motivasi ke Depan

Baca juga


Renungan di Malam Final Iktikaf: Malam Pelecut Motivasi ke Depan

Jakarta - Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Sabtu (24/6/2017) dinihari masih terasa denyutnya. Sepanjang ruas dari Museum Geologi hingga gerbang muka depan Mesjid Pusat Dakwah Islam (Pusdai) disesaki banyak mobil penjual. Mulai dari sepatu, baju, celana, topi, apapun pernik anak muda persiapan Lebaran.

Di layar ponsel cerdas, jam menunjukkan hampir pukul 01.00 malam. Tapi itu tadi, denyut selepas pergantian hari masih terasa karena sejumlah pembeli masih mendatangi beberapa lapak penjual di bagian bagasi mobil yang dimodif tersebut.

Di sela pasar malam yang hampir rampung itu, kemudian terdengar alunan tadarus dari pengeras suara dari Mesjid Pusdai --beralamat di Jalan Diponegoro 63, dengan pemilik Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Pemprov Jabar) dan pertama dibangun tahun 1991 serta selesai tahun 1999 di era Gubernur R Nuriana.

Setelah tak mudah dapat tempat parkir, penulis langsung masuk ke mesjid dengan luas lahan 4,5 hektar ini. Subhannalah, masya Allah! Pemandangan yang langsung terhampar pada malam final itikaf 10 hari terakhir ini adalah mesjid penuh sesak tak ubahnya salat Jumat dan atau salat Iedul Fitri.

Dari pintu belakang ruas kanan, jamaah banyak yang tengah istirahat (termasuk dengan anaknya yang masih kecil) dan menyisakan tapak jalan tak begitu lega. Makin ke depan ruangan utama mesjid, tapak makin menyempit. Hingga akhirnya, di bagian utama shaf (barisan), untuk duduk leluasa pun sudah terisi semua. Ada yang tengah mengaji Quran intensif, tak sedikit yang salat sunnat malam munfarid/sendirian.

Maka, kemudian mencoba cari lahan lebih nyaman di lantai atas. Setali tiga uang, ruangan padat oleh yang iktikaf maupun rehat dari iktikaf. Inilah jadinya jika tak bersegera datang pada hari terakhir iktikaf 10 hari terakhir Ramadan 1438H di sejumlah mesjid jami' di Kota Bandung. Sesak dalam ibadah.

**

Langkah kaki kemudian putar balik kanan ke Mesjid Al-Muttaqin di komplek Gedung Sate, pusat pemerintahan Provinsi Jawa Barat, yang berjarak selemparan tangan dari Masjid Pusdai. Masjid ini sendiri menggunakan lahan bekas kantor DPRD Jawa Barat dengan sarana prasarana memadai.

Renungan di Malam Final Iktikaf: Malam Pelecut Motivasi ke Depan Foto: Name sign Mesjid Al-Muttaqin, Jl Diponegoro, Kota Bandung, Sabtu (24/6/2017)(M Sufyan Abdurrahman)

Baru tahun ini masjid ini diputuskan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan jadi tempat iktikaf. Sekalipun baru, namun atensi tinggi karena Bagian Humas Setda Pemprov Jabar gencar sosialisasikan kegiatan ini pada aneka kanal. Tambah padat atensinya karena dari malam 20 Ramadan hingga semalam, Kang Aher, sapaan akrab Gubernur, tak pernah absen hadir iktikaf.

Renungan di Malam Final Iktikaf: Malam Pelecut Motivasi ke Depan Foto: Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan (kedua kiri) dalam salah satu malam i'tikaf di Mesjid Al-Muttaqin, Jl Diponegoro, Kota Bandung, Sabtu (24/6/2017).(Errido Islami)

Jadi, sekalipun padat, di sini masih ada sejumlah titik lowong untuk iktikaf. Setelah menunaikan salat tahiyatul masjid, kemudian takmir masjid mengumumkan bahwa acara inti --muhasabah dan qiyamulail berjamaah-- akan segera dimulai.

Tepat setengah dua malam, retropeksi dan kaji diri dimulai. Dengan suara menggetarkan qalbu, sang penceramah mengajak jemaah mengevaluasi amal dan terutama dosa selama ini guna menuntaskan Ramadan dengan baik. Menurutnya, dosa ini terkait erat penyakit akhir zaman yang lebih dari 14 abad lalu telah diprediksi Baginda Rasul SAW.

"Penyakit tersebut adalah mengingkari nikmat, takabbur, bermegah-megahan, bermusuhan karena urusan dunia, saling benci membenci hingga putuskan silaturahmi, dengki, dan bertindak melampaui batas," ujarnya. Rasanya, nyaris semuanya presisi apa yang Nabi Muhammad SAW prakiraan dahulu.

Terutama yang ditekankan adalah kita yang sudah maksimal ibadah shaum di siang hari, serta macam ragam ibadah di malam harinya, tetap tidak akan jadi kebaikan dan bahkan bisa masuk murka-Nya jika seorang muslim wal mu'min tak pandai menjaga lisannya.

Dalam renungan malam terakhir Ramadan tersebut, penulis merasakan sendiri betapa lisan ini kerap menjerumuskan dalam dosa dan maksiat. Malah mungkin, aneka penyakit hati akhir zaman lainnya, sedikit-banyak bisa diawali dari lisan yang tak terjaga baik.

**

Setelah "digempur" muhasabah tersebut, umpama proses celup garmen, kembali jamaah dicelupkan ke dalam salat malam berjamaah dengan imam hafiz yang malam itu akan menuntaskan juz 29. Celupan sudah langsung menohok dari awal ketika surat-surat terkait kiamat didaraskan sang imam yang hafiz.

Al-Mulk (Kerajaan), Al-Qalam (Pena), Al-Haqqah (Hari Kiamat), Al-Ma'rij (Tempat naik) langsung menggempur pada empat rakaat awal. Dengan menjadi makmum yang banyak sambil ikut pula membaca Qur'an cetakan kecil atau aplikasi mobile Qur'an, keterlibatan langsung terjadi.

Rasanya, hati disayat-sayat setelah membaca terjemahan dan makna dari tiap surat tadi. Ditambah suara merdu sang imam, sekilas mengingatkan gaya Wakil Kepala Imam Masjidil Haram, Saud Al-Shuraim, plus suasana hening nan menggetarkan dibandingkan suasana ibadah di siang hari.

Renungan di Malam Final Iktikaf: Malam Pelecut Motivasi ke Depan Foto: Suasana shalat malam berjamaah di Mesjid Al-Muttaqin, Jl Diponegoro, Kota Bandung, Sabtu (24/6/2017). (M Sufyan Abdurrahman)

Puncaknya, adalah saat pembacaan Al-Haqqah terutama mulai ayat 11-34 yang berkisah tentang seluk beluk hari kiamat yang memang mencekam jika mengingat minimnya amal dan banyaknya dosa yang kita perbuat. Kira-kira ayat utamanya seperti ini:

"Wahai kiranya kematian itulah yang menyelesaikan segala sesuatu//Hartaku sekali-kali tidak memberi manfaat kepadaku// Telah hilang kekuasaanku daripadaku// (Allah berfirman): "Peganglah dia lalu belenggulah tangannya ke lehernya.// Kemudian masukkanlah dia ke dalam api neraka yang menyala-nyala.// Kemudian belitlah dia dengan rantai yang panjangnya tujuh puluh hasta.//

Sesungguhnya dia dahulu tidak beriman kepada Allah Yang Maha Besar.// Dan juga dia tidak mendorong (orang lain) untuk memberi makan orang miskin.//
Maka tiada seorang temanpun baginya pada hari ini di sini.//"

Sang imam tampak tersedu dan berhenti sesaat saat membacakan ayat-ayat di atas. Makmun banyak yang ikut menangis juga. Betapa dangkal dan jahatnya kita kepada diri sendiri ketika harta terus dikumpulkan halalkan segala cara, padahal sejak lama, Alquran menegaskan tak fungsi harta yang tak baik di hari akhir.

**

Acara penutupan 10 hari iktikaf di Al-Muttaqin kemudian tiba dalam kuliah subuh yang dibawakan langsung gubernur dua periode tersebut (2008-2013 dan 2013-2018). Inilah proses pelecut semangat dan konsistensi!

Renungan di Malam Final Iktikaf: Malam Pelecut Motivasi ke Depan Foto: (M Sufyan Abdurrahman)

Sebab, Gubernur mengisahkan detil momen kebangkitan muslim mutakhir. Para pemuda banyak berhijrah, mesjid jami' di banyak kota penuh dengan jemaah yang habiskan waktu di 10 malam terakhir, bahkan di Eropa sekalipun saat ini jumlah pemeluk Islam malah terus tumbuh sekalipun digempur citra sepihak. Belum dengan kemajuan Turki dengan pemimpin Islami kharismatik, Erdogan, yang makin hari terus menjadi role model.

Akhir kata, jika sekedar menilik pengalaman penulis keliling iktikaf 10 hari di masjid jami' di Kota Bandung, tausiah Gubernur Jabar tadi memang bukan lips service; Nyaris sepuluh mesjid yang didatangi penulis padat jemaah, di malam genap apalagi malam ganjil.

Renungan di Malam Final Iktikaf: Malam Pelecut Motivasi ke Depan Foto: Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan (tengah) berpose bersama jamaah dalam salah satu malam i'tikaf di Mesjid Al-Muttaqin, Jl Diponegoro, Kota Bandung. (Errido Islami)

Jika hanya orang tua saja yang datang, kita patut gelisah, namun generasi muda kian mendekati jemaah dominan di banyak mesjid. Bahkan, mereka pula yang menjadi prime mover aktivitas kajian Islam di sejumlah masjid dengan pendekatan dakwah kekinian namun substansif.

Masing-masing masjid tentu memiliki keunggulan, termasuk kekurangan tersendiri, yang sebetulnya di ujung sana memunculkan kohesi daya tarik ke umat. Baik yang memang sudah konsisten ibadah, baru hijrah, atau malah masih jauh dari masjid.

Tentu tugas bersama, termasuk media massa sekaliber detik.com, agar terus suarakan ramai dan indahnya gairah aktivitas Islam di banyak kota di Indonesia yang sebetulnya tak hanya terjadi saat bulan puasa ini.

Umpama obor, semua kita harus jaga kobarnya tetap menyala pada 11 bulan berikutnya. Ramadan 1438 H...Engkau tinggalkan kami dalam duka, namun tekad terpatri terus gelorakan aktivitas Islami ini ke depannya. Allahu Akbar!

*) Muhammad Sufyan Abdurrahman, Dosen Digital Public Relations Telkom University
(nwk/nwk)

Let's block ads! (Why?)



from news.detik http://ift.tt/2tFJol3
via IFTTT


Demikianlah Artikel Renungan di Malam Final Iktikaf: Malam Pelecut Motivasi ke Depan

Sekianlah artikel Renungan di Malam Final Iktikaf: Malam Pelecut Motivasi ke Depan kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.

Anda sekarang membaca artikel Renungan di Malam Final Iktikaf: Malam Pelecut Motivasi ke Depan dengan alamat link https://berita-sekarang-indo.blogspot.com/2017/06/renungan-di-malam-final-iktikaf-malam.html

0 Response to "Renungan di Malam Final Iktikaf: Malam Pelecut Motivasi ke Depan"

Post a Comment