Hasil Riset tentang Order Fiktif dan Fake GPS pada Ojol

Hasil Riset tentang Order Fiktif dan Fake GPS pada Ojol - Hallo sahabat Berita Terkini Indonesia, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul Hasil Riset tentang Order Fiktif dan Fake GPS pada Ojol, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel apa, Artikel bagaimana, Artikel di mana, Artikel IFTTT, Artikel inet.detik, Artikel kenapa, Artikel siapa, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : Hasil Riset tentang Order Fiktif dan Fake GPS pada Ojol
link : Hasil Riset tentang Order Fiktif dan Fake GPS pada Ojol

Baca juga


Hasil Riset tentang Order Fiktif dan Fake GPS pada Ojol

Jakarta - Ada beberapa masalah yang masih ada di berbagai layanan ride hailing di Indonesia. Fenomena fraud di industri ride-hailing baru-baru ini ditunjukkan secara lebih jelas melalui riset yang dilakukan oleh Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) dan firma riset Spire Research and Consulting.

Contoh dari penipuan (fraud) yang lazim dilakukan adalah order fiktif atau dikenal dengan 'Opik'. Hal tersebut dilakukan demi mendapat bonus dari perusahaan transportasi. Ada pula fraud yang dikenal sebagai 'Fake GPS' untuk mencurangi lokasi di Global Positioning System (GPS).

Kedua Lembaga melakukan riset untuk melihat seberapa banyak fenomena opik tersebut terjadi di antara para driver.


Tahun lalu INDEF melakukan riset terhadap penipuan online ini lebih lanjut kepada 516 mitra pengemudi dari dua perusahaan transportasi online terbesar, yaitu Grab dan Gojek. Survei mengenai order fiktif transportasi online ini dilakukan pada 16 April-16 Mei 2018 lalu di Jakarta, Bogor, Semarang, Bandung, dan Yogyakarta.

Metode survei yang digunakan adalah non-probability atau convenient sampling. Riset yang dilakukan INDEF menunjukkan bahwa 42% mitra pengemudi percaya bahwa Go-Jek adalah platform dimana order fiktif paling banyak terjadi. Sementara 28% mitra pengemudi mengatakan bahwa di Grab-lah order fiktif lebih banyak terjadi.

Hasil survei juga menunjukkan hampir setengah dari mitra pengemudi Go-Jek (46%) mengatakan bahwa perusahaan tidak mengetahui atau mengetahui tapi membiarkan praktek tindakan curang. Sementara angka ketidakpercayaan untuk Grab berkisar 30% dari mitra pengemudi yang menyatakan hal serupa.

Baru-baru ini hasil riset tersebut diperkuat dengan temuan dari Lembaga riset Spire. Dalam melakukan riset, Spire melakukan survei terhadap 40 pengemudi dan 280 konsumen secara acak dalam skala nasional.

Hasil survei memprediksikan sebanyak 30% dari order yang diterima Go-Jek terindikasi fraud. Angka itu lebih tinggi jika dibandingkan dengan persentase fraud Grab yang diperkirakan hanya 5%. Angka tersebut berdasarkan estimasi jumlah order fraud dibandingkan jumlah total order yang diterima.

Menurut Group Deputy CEO Spire Research and Consulting Jeffrey Bahar, hasil riset perusahaannya dapat menjadi gambaran bagaimana tindakan fraud sudah menjadi sesuatu yang cukup umum.

"Perkiraan ini masuk akal karena kami juga melakukan survei terhadap para pengemudi transportasi online. Di 2018, dari para pengemudi Go-Jek sendiri yang kami survei, 60% di antaranya mengaku pernah melakukan fraud untuk meningkatkan jumlah order mereka yang akan berpengaruh pada bonus dan pendapatan harian yang mereka terima," ungkapnya.

Sebagai inisiatif untuk memerangi opik ini, Grab terus memperkuat program "Grab Lawan Opik" dengan kepolisian. Dalam program ini, Grab telah berhasil menangkap sindikat dan mitra pengemudi yang telah terbukti melakukan kecurangan di beberapa kota, seperti Jakarta, Makassar, Semarang, Surabaya, dan Medan.

Grab pun menerapkan fitur 'Anti-Tuyul'. Fitur yang diluncurkan pada akhir tahun lalu itu memungkinkan Grab memblokir mitra pengemudi yang memiliki aplikasi fake GPS atau yang lebih dikenal 'Tuyul'. Untuk mendapatkan kembali akses terhadap akunnya, mitra pengemudi harus menghapus seluruh apliksi fake GPS yang dimilikinya. Sementara untuk layanan GrabCar, ada pula fitur 'driver selfie authentication'.

Melalui fitur ini, mitra pengemudi diwajibkan mengambil dan mengunggah swafoto dirinya sebelum memulai atau meneruskan perjalanan. Cara ini dilakukan untuk memastikan hanya pengemudi terverifikasi yang memakai akun tersebut.

Menurut Head of Public Affairs Grab Indonesia Tri Sukma Anreianno, Grab sudah berhasil menekan tindakan fraud hingga kurang dari 1 persen hingga akhir 2018.

"Kami telah berhasil menurunkan tingkat kecurangan secara signifkan dari platform kami di Indonesia pada semester terakhir 2018 hingga di bawah 1 persen. Kami terus melakukan penyempurnaan agar segala bentuk kecurangan terhadap sistem dapat dieliminasi," ujarnya.

Sementara itu, terkait fake GPS, Go-Jek pun sudah sejak lama berusaha memeranginya. Sejak medio 2018 misalnya, Michael Reza Say dari Go-Jek telah menegaskan bahwa para driver ojol yang memakai fake GPS terancam dapat sanksi tegas mulai dari bonus tak cair sampai suspend akun. Sejak tahun lalu Go-Jek pun mengklaim sudah memberlakukan teknologi yang mampu menangkal order fiktif sampai ke aplikasi pengemudi dengan persentase mencapai 90%.

(asj/fyk)

Let's block ads! (Why?)



from inet.detik http://bit.ly/2HVa78I
via IFTTT


Demikianlah Artikel Hasil Riset tentang Order Fiktif dan Fake GPS pada Ojol

Sekianlah artikel Hasil Riset tentang Order Fiktif dan Fake GPS pada Ojol kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.

Anda sekarang membaca artikel Hasil Riset tentang Order Fiktif dan Fake GPS pada Ojol dengan alamat link https://berita-sekarang-indo.blogspot.com/2019/02/hasil-riset-tentang-order-fiktif-dan.html

0 Response to "Hasil Riset tentang Order Fiktif dan Fake GPS pada Ojol"

Post a Comment