Kala Startup Non-Status Quo Lokal Mulai Unjuk Gigi

Kala Startup Non-Status Quo Lokal Mulai Unjuk Gigi - Hallo sahabat Berita Terkini Indonesia, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul Kala Startup Non-Status Quo Lokal Mulai Unjuk Gigi, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel apa, Artikel bagaimana, Artikel di mana, Artikel IFTTT, Artikel inet.detik, Artikel kenapa, Artikel siapa, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : Kala Startup Non-Status Quo Lokal Mulai Unjuk Gigi
link : Kala Startup Non-Status Quo Lokal Mulai Unjuk Gigi

Baca juga


Kala Startup Non-Status Quo Lokal Mulai Unjuk Gigi

Jakarta - Dalam kurun waktu sebulan terakhir, sejumlah startup lokal Indonesia, di luar status quo seperti Go-Jek, Tokopedia, Traveloka, dan Bukalapak yang telah menjadi unicorn, mulai menunjukkan taringnya dalam menarik hati para investor. Menariknya, para perusahaan rintisan ini bergerak di bidang yang beragam.

Satu yang terbaru datang dari SweetEscape. Platform fotografi berbasis teknologi Artificial Intelligence itu telah mengumumkan pendanaan putaran Seri A sebesar USD 6 juta, atau hampir Rp 85 miliar, yang dipimpin bersama oleh Openspace Ventures dan Jungle Ventures dengan partisipasi dari Burda Principal Investments.

Didirikan pada 2017 oleh David Soong dan Emile Etienne, yang juga merupakan pendiri Bridestory, SweetEscape telah beroperasi di Jakarta (sekaligus kantor pusatnya), Singapura, dan Manila dengan lebih dari 100 pegawai. Mereka berencana untuk melipatgandakan jumlah karyawannya pada akhir 2019.

Melalui platform yang dimilikinya, mereka dapat menangani 80% dari alur kerja serta kegiatan pasca-produksi para fotografer. Di sini lah kecerdasan buatan mereka berperan besar. Teknologi pemrosesan gambar miliknya dapat mempercepat sekaligus mengotomasi proses pasca-produksi.

Selain Sweet Escape, Kopi Kenangan juga baru saja mendapat pendanaan sebesar USD 20 juta (sekitar Rp 288 milliar) dari Sequoia India. Sebelumnya, mereka juga diketahui telah mendapat pendanaan institusional pertamanya sebesar USD 8 juta pada Oktober 2018 dari Alpha JWC Ventures.

Dengan pendanaan baru, Kopi Kenangan berencana untuk mempercepat pertumbuhan dengan membuka 150 gerai baru sebelum akhir tahun. Lebih lanjut, mereka menargetkan membuka hingga 1.000 gerai di seluruh Indonesia pada 2021 mendatang.

Bukan tidak mungkin, mereka bisa menjadi Blue Bottle-nya Indonesia nanti. Pasalnya, perusahaan yang sudah meraih keuntungan ini juga berencana melebarkan sayap usahanya ke Asia Tenggara. Untuk saat ini, mereka telah memiliki 80 gerai di delapan kota dan melayani hampir satu juta cangkir pesanan kopi setiap bulan.

Salah satu yang membuat Kopi Kenangan menarik adalah mereka memiliki aplikasi. Di Google Play Store, aplikasi mereka itu sudah diunduh lebih dari lima ribu kali. Melaluinya, konsumen bisa memesan kopi dan mendapat insentif dari seberapa banyak poin yang mereka dapat.

Kemudian, ada Wahyoo. Melalui platform yang dikembangkannya, mereka memungkinkan para pemilik warung untuk berbelanja ke pasar tiap hari karena lewat ponsel mereka bisa memesan kebutuhan yang kemudian dihantarkan ke warung. Mereka pun juga bisa mempromosikan produk-produk di warungnya.

Wahyoo mengklaim bahwa pihaknya telah mendapat pendanaan dari lima investor. Sayangnya, mereka belum mau membeberkan berapa nominalnya.

Ke depan, Wahyoo akan menghadirkan aplikasi untuk konsumen. Lewat aplikasi ini konsumen bisa memberikan rating pada warung makan, sehingga bisa memacu peningkatan kualitas. Mereka juga dapat berlangganan layanan katering melalui aplikasi tersebut.

Terakhir ada CoHive yang bulan lalu telah mengamankan USD 13,5 juta (Rp 190 miliar) dari penutupan pertama seri B yang dipimpin oleh Stonebridge Ventures. Dari situ, mereka mulai memperluas bisnisnya, tak cuma di ruang kerja (CoWorking), tapi juga ke tempat tinggal (CoLiving), ruang ritel (CoRetail) dan ruang acara (CoHive Event Space).

Berdasarkan data dari Crunchbase, secara keseluruhan, CoHive telah mengumpulkan pendanaan sebesar USD 37,8 juta, atau sekitarRp 534 miliar, sejak didirikan pada 2015. Sedangkan untuk pendapatan, startup ini diperkirakan mendapat pemasukan sebesar USD 2 juta, atau sekitar Rp 28 miliar, tiap tahunnya.

Melihat perkembangannya, bukan tidak mungkin CoHive bisa menjadi WeWork-nya Indonesia ke depan. Meski begitu, sebelum sampai ke sana, mereka juga harus mengarahkan pandangannya ke JustCo, startup serupa asal Singapura yang dikabarkan sudah membuka beberapa ruang di Tanah Air.

Semakin menggeliatnya perusahaan rintisan di Indonesia tentunya sejalan dengan niat Rudiantara, Menteri Kominfo, dalam melahirkan startup unicorn baru. Ia pun diketahui tengah berada di Riyadh, Arab Saudi, untuk mendorong terjadinya investasi Arab Saudi pada sektor digital.

Bahkan, dalam waktu dekat, NextICorn juga akan melakukan roadshow ke Arab Saudi dengan membawa sejumlah startup Indonesia yang paling berpotensi untuk mendapatkan investasi. Menarik untuk ditunggu siapa perusahaan rintisan selanjutnya dari Tanah Air yang bakal menyentuh valuasi USD 1 miliar nantinya.

Simak Video "Peran Pemerintah dalam Pertumbuhan Startup Menurut Rudiantara"
[Gambas:Video 20detik]
(mon/krs)

Let's block ads! (Why?)



from inet.detik https://ift.tt/2XH5OEB
via IFTTT


Demikianlah Artikel Kala Startup Non-Status Quo Lokal Mulai Unjuk Gigi

Sekianlah artikel Kala Startup Non-Status Quo Lokal Mulai Unjuk Gigi kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.

Anda sekarang membaca artikel Kala Startup Non-Status Quo Lokal Mulai Unjuk Gigi dengan alamat link https://berita-sekarang-indo.blogspot.com/2019/07/kala-startup-non-status-quo-lokal-mulai.html

0 Response to "Kala Startup Non-Status Quo Lokal Mulai Unjuk Gigi"

Post a Comment