Judul : Kemendikbud: Banyak Guru TIK Background-nya Bukan Informatika
link : Kemendikbud: Banyak Guru TIK Background-nya Bukan Informatika
Kemendikbud: Banyak Guru TIK Background-nya Bukan Informatika
Jakarta -Di era digitalisasi, peranan guru TIK menjadi sangat besar. Namun ternyata, tidak semua guru untuk mata pelajaran tersebut memiliki latar belakang pendidikan Informatika.
Kepala Pusat Kurikulum dan Pembelajaran Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Awaluddin Tjalla menjelaskan hal ini dalam acara Grow with Google, Selasa (18/2/2020), di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, Jakarta Pusat.
Awaluddin menyampaikan kualifikasi guru TIK sering kali diisi oleh orang dengan latar belakang berbeda, misalnya saja pendidikan Bahasa.
"Kualifikasi guru kita, banyak guru yang mengajarkan TIK backgroundnya bukan dari istilahnya informatika, misalnya teknik komputer, banyak yang mengajar TIK dari pendidikan Bahasa Indonesia. 30% istilahnya mislead, mengajarkan matematika tapi background-nya pendidikan Indonesia, ada guru Bimbing Konseling dari background pendidikan agama," ucapnya.
Menurut Awaluddin, fakta ini telah menjadi perhatian pemerintah sehingga melakukan pembenahan. Jika sebelumnya ada 10 ribu guru TIK, setelah disaring lewat background yang sesuai dan tersertifikasi, angka ini turun menjadi 1.000 orang guru.
"Oleh Mas Nadiem, dua program ini dijadikan highlight, kurikulum dan guru kita. Google membantu kita mengatasi kondisi saat ini. 2030 ada berkah demografi di sana dan kalau kita tidak siap tidak akan menjadi berkah," katanya.
"Dalam struktur kurikulum kita, informatika kita mendesain sejak di PAUD itu sudah ada. Tapi karena keterbatasan guru kita jadi baru diimplementasikan di SMP dan SMA, memasukkan implementasinya juga kami buat dalam bentuk pilihan. Mengapa dibuat pilihan? Karena keterbatasan SDM tadi. Bahwa yang memenuhi syarat hanya sekitar 1.000 dan terbagi jenjang SMP dan SMA tadi," sambung Awaluddin.
Dalam kesempatan yang sama, Awaluddin menyampaikan soal computational thinking yang ingin dimasukkan ke dalam bagian dari dari kompetensi yang diinginkan di kurikulum pendidikan.
Jika sebelumnya 4C, yakni kemampuan berpikir kritis (critical thinking), kreativitas (creativity), kerja sama atau kolaborasi (collaboration) dan kemampuan komunikasi (communication), maka computational thinking dan compassion menjadi bagian 2C tambahan.
Dr. Ir. M. M. Inggriani Liem atau yang biasa disapa Inge, Ketua Bebras Indonesia memberi pendapat bahwa computational thinking bukanlah berarti dikaitkan dengan teknologi mutakhir. "Orang selalu mengeluhkan apa yang tidak ada, sebaiknya orang dengan apa yang ada kita bisa lakukan," ungkapnya.
Ia memberi contoh misalnya ketika menggunakan Google Maps dan masuk ke gang-gang kecil yang belum masuk peta Google, mau tidak mau kita menjadi menggunakan logika kita untuk mencari jalan keluar.
"Computational thinking itu ilmu kepepet, kalau udah nggak punya apa-apa kita tetap harus bisa. Jadi problem solving dengan resources yang terbatas dan memberikan solusi yang optimal meski tidak ada internet tetap bisa menjawab," tandasnya.
Simak Video "Doa Ibu dan Berkah Gaji Rp 300 Ribu Guru Honorer"
[Gambas:Video 20detik]
(ask/fyk)
from inet.detik https://ift.tt/324Gxnr
via IFTTT
Demikianlah Artikel Kemendikbud: Banyak Guru TIK Background-nya Bukan Informatika
Anda sekarang membaca artikel Kemendikbud: Banyak Guru TIK Background-nya Bukan Informatika dengan alamat link https://berita-sekarang-indo.blogspot.com/2020/02/kemendikbud-banyak-guru-tik-background.html
0 Response to "Kemendikbud: Banyak Guru TIK Background-nya Bukan Informatika"
Post a Comment